“Nenek moyangku seorang pelaut. Gemar mengarung luar
samudra…..”, lagu tersebut kerap kali kita dengar sejak masih dalam usia
balita. Lagu tersebut juga yang kita dendangkan untuk menggambarkan betapa
luasnya laut yang dimiliki Indonesia. Laut Indonesia yang mencapai 5,8 juta km2,
terdiri dari 0,3 juta km2 perairan teritorial, 2,8 juta km2
perairan pedalaman dan kepulauan, 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif
(ZEE), dikelilingi lebih 17.500 pulau, dengan panjang pantai 95.181 kilometer,
merupakan sumber kekayaan yang luar biasa. Bahkan berdasarkan pada bulan April
tahun 2011 setelah melewati proses klaim yang panjang dan berliku atas klaim
yang diajukan kepada UN-CLS (The United Nations Commission on the Limits of Continental Shelf),
wilayah laut Indonesia bertambah seluas 4.209 km2. Tentunya sumber kekayaan alam tersebut akan menjadi
berkah bagi rakyat Indonesia khususnya para nelayan apabila dapat mengelola hal
tersebut dengan baik.
Namun, sayangnya kenyataan tersebut sangat berbanding
terbalik dengan kondisi yang ada. Sumber kekayaan maritim Indonesia yang kian
melimpah tidak dapat dirasakan oleh nelayan kita saat ini. Sebanyak 7,87
juta orang tercatat sebagai nelayan yang kondisi ekonominya rendah. Jumlah
nelayan miskin tersebut tersebut sama dengan 25,14 persen dari jumlah total penduduk miskin nasional.
Kenyataan yang cukup mencengangkan mengingat seharusnya mata pencaharian
sebagai nelayan bisa mendapatkan keuntungan yang lebih layak.
Tak jauh di daerah pantai yang
ada di Surabaya yaitu Kenjeran. Berjalan disekitar kawasan tersebut dan melihat
kondisi wilayah tersebut sebenarnya cukup membuat miris dengan kenyataan yang
ada. Masyarakat setempat yang bermata pencaharian sebagai nelayan harus bekerja
keras membanting tulang dalam mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Tak hanya
suami yang pergi melaut saat malam hari, para istri pun harus rela bekerja
sepanjang waktu untuk ikut membersihkan ikan, kerang dan hasil tangkapan
lainnya sejak pagi buta. Bukan hanya hanya itu, mereka juga menjemur ikan
tersebut saat matahari telah terbit hingga pergi ke para tengkulak untuk
memasarkan hasil tangkapan mereka. Sehingga kondisi lingkungan tempat tinggal
pun tidak lagi diperhatikan seperti hasil limbah tumpukan kulit kerang yang
tidak lagi dimanfaatkan.
Pergi melaut pun dapat dilakukan
bila kondisi cuaca memadai, bila tidak maka terpaksa kesempatan untuk mencari
ikan dilaut pun ditanggalkan. Jika memaksakan diri untuk melaut ditengah cuaca
yang begitu tidak menentu alih-alih ikan yang didapat, nyawalah yang menjadi
taruhannya. Dilain sisi kenaikkan BBM merupakan salah satu penghambat nelayan
untuk dapat melaut. Pasalnya, mata pencaharian para nelayan dalam melaut yaitu
memburu ikan, sehingga tidak bisa lepas dari perahu motor yang menggunakan BBM.
Banyak sekali kendala yang dirasakan para nelayan untuk dapat maju.
Saat ini seolah-olah lagu Nenek
moyangku seorang pelaut hanya dalam batas kenangan belaka. Bahkan saat ini anak
dari seorang nelayan berusaha menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang
lebih tinggi berharap agar anaknya tidak menjadi seorang nelayan yang bekerja
banting tulang namun penghasilannya tetap saja belum mencukupi. Rasa kebanggaan
tersebut seakan lenyap, yang disebabkan berbagai faktor sehingga pekerjaan
sebagai seorang nelayan dinilai menjadi sangat kurang menjanjikan.
Disaat bangsa Indonesia masih
belum bangga dan bergerak untuk mengolah sumber daya lautnya, masyarakat asing
dengan mudahnya memanfaatkan kesempatan tersebut. betapa seringnya kita
mendengar berbagai berita bahwa kapal Negara asing telah memasuki dan menangkap
ikan tanpa ijin di perairan Indosnesia. Pencurian asset laut contohnya, ikan
sebanyak 1,5-4 juta ton ikan dicuri setiap tahun oleh nelayan asing. Menurut
Koordinator Penguatan Jaringan KIARA Abdul Halim ada 10 negara yang melakukan
pencurian ikan di wilayah Indonesia yakni Malaysia, Vietnam, China, Taiwan,
Myanmar, Filipina, Thailand, Kamboja, Panama, dan Korea Selatan.
Banyak aspek yang seharusnya
mendapatkan perhatian lebih agar nelayan Indonesia dapat maju. Diantaranya
yaitu aspek pengembangan SDM. Pada proses tersebut tidak hanya orang tua yang
bermatapencaharian sebagai nelayan yang diberi pelatihan dan pengetahuan
seputar kelautan serta aturan apa yang berlaku. Melainkan rasa kecintaan
sebagai seorang nelayan juga harus ditanamkan digenerasi penerusnya agar dapat
terus menimba ilmu dibidang maritim dan bisa menjadi bibit unggul untuk dapat
berkecimpung memajukan bidang maritim di Indonesia. Selain itu juga perlu
adanya pembelajaran seputar kreatifitas pengolahan limbah laut seperti cangkang
kerang untuk menambah penghasilan nelayan.
Sudah saatnya kebanggan Indonesia
akan kekayaan lautnya kembali dibangun. Lagu Nenek Moyangku Seorang Pelaut
sudah seharusnya kembali menjadi identitas bangsa Indonesia yang dapat
berkuasa, dan berjaya di bidang maritim. Menginjak tahun 2013 ini perlu adanya
banyak gerakan baik itu dari masyarakat lokan yang menyadari akan pentingnya
berkuasa atas laut negeri sendiri, maupun dari pemerintah yang terus mendukung pemberdayaan
nelayan, dan tak lupa terus melindungi serta memperkuat hukum dlama menjaga
laut Indonesia kita ini.
No comments:
Post a Comment