Kebutuhan energi dunia terus mengalami
peningkatan. Menurut proyeksi Badan Energi Dunia (International Energy
Agency-IEA), hingga tahun 2030 permintaan energi dunia meningkat sebesar 45%
atau rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,6% pertahun. Sekitar 80%
kebutuhan energi dunia tersebut dipasok dari bahan bakar fosil, utamanya BBM.
Tak terkecuali Indonesia, di negeri tercinta kita ini kebutuhan akan energi
juga semakin meningkat. Hal tersebut disebabkan karena penggunaan kendaraan
yang tak terkendali dan banyak alat yang membutuhkan tenaga listrik.
Saat ini Indonesia sendiri masih
mengalami ketergantungan terhadap minyak bumi dan batubara sebagai sumber
energi. Konsumsi kebutuhan energi di Indonesia berdasarkan kebutuhan rumah
tangga, transportasi dan industri berdasarkan Outlook energi Indonesia tahun 2011
yang dikeluarkan BPPT, dijelaskan bahwa konsumsi energi pada kurun waktu 2000 –
2009 meningkat dari 709,1 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 865,4 juta SBM pada
tahun 2009 atau meningkat rata-rata 2,2% pertahun. Sedangkan sumber energi yang
digunakan sebagian besar masih bergantung dari energi yang berasal dari fosil.
Padahal seperti yang kita ketahui bahwa persediaan minyak bumi dan batubara
semakin lama semakin menipis. Karena itulah diperlukan energi baru yang
digunakan untuk mengurangi ketergantungan akan minyak bumi dan batubara.
Melihat dari sumberdaya yang dimiliki
oleh Indonesia, sebenarnya banyak potensi energi terbarukan yang dapat
dimanfaatkan. Diantaranya yaitu panas bumi, tenaga air, tenaga surya, tenaga
angin dan biofuel. Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia
yaitu 29,038 GW. Namun demikian pemanfaatannya masih relatif kecil yaitu hanya
sebesar 1.189 MW.
Pemanfaatan energi terbarukan lainnya
yang berasal dari tenaga air, tenaga surya dan tenaga angin masih terbatas.
Tenaga air dimanfaatkan hanya 7,54% dari potensi sebesar 75,670 MW. Biomass
digunakan hanya 3,25% dari sumber daya 49,810 MW. Sedangkan kapasitas terpasang
dari tenaga surya sebesar 13.5MW dan tenaga angin hanya 1.87 MW. Untuk
biodiesel hanya dimanfaatkan sekitar 10% dari kapasitas produksi. Sedangkan
bietanol produksinya masih relatif kecil.
Tak hanya itu, Indonesia juga memiliki
sumber gas non-konvensional yang cukup besar. Gas non-konvensional adalah gas
yang berasal dari ‘reservoir” dengan permebilitas rendah dan pengusahaannya
menggunakan teknologi tertentu seperti perekahan. Jenis gas non-konvensional
antara lain coal bed metane (CBM) dan shale gas.
CBM mempunyai multi guna antara lain
dapat dijual langsung sebagai gas alam, dijadikan energi dan sebagai bahan baku
industri. Eksploitasi CBM tidak akan merubah kualitas matrik batubara dan
menguntungkan para penambang batubara. Karena gas emisinya dapat dimanfaatkan
sehingga lapisan batubara menjadi aman untuk ditambang. Selain itu, CBM
termasuk salah satu sumber energi yang ramah lingkungan.
Shale gas adalah gas alam
yang diperoleh dari serpihan shale atau tempat terbentuknya gas bumi. Shale
gas dapat menjadi sumber energi yang penting di masa mendatang karena shale
gas memiliki keunggulan. Shale gas menghasilkan emisi karbon
sekitar setengah dari emisi batubara. Shale gas juga dapat menurunkan
biaya energi karena produksi shale gas menyebabkan penurunan harga gas
alam secara signifikan. Produksi shale gas yang besar juga akan
membantu meningkatkan keamanan enegri, dan membantu mengurangi ketergantungan
pada bahan bakar fosil asing yang mahal.
Salah satu fakta lagi membuktikan bahwa
Indonesia juga memiliki sumber energi panas atau disebut energi geothermal yang
cukup banyak. Menurut berita yang dilansir dari Antara news, Presiden Direktur Pertamina Geothermal Energy Slamet Riadhy
mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi geothermal terbesar dunia khususnya
di Pulau Jawa dan Sumatera, kedua pulau ini merupakan tempat hunian mayoritas
penduduk Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa sumber energi panas di
Indonesia tidak main-main jumlahnya. Perlu adanya keseriusan yang lebih dalam
mengembangkan sumberdaya tersebut.
Namun, saat ini pemerintah berulangkali menawarkan penawaran
berupa kenaikkan harga BBM dengan dalih agar masyarakat mau beralih kepada
sumber energi terbarukan. Kekurangan sumber dana untuk mengembangkan energi
terbarukan merupakan alasan yang terus diungkapkan sehingga membutuhkan dana
subsidi dari BMM untuk dapat mengembangkan energi terbarukan di Indonesia. Hal
tersebut acap kali di ungkapkan oleh para petinggi Indonesia salah satunya pada
symposium energi nasional beberapa waktu lalu yang diselenggarakan di ITS.
Padahal, banyak sekali solusi yang bisa
diselesaikan tanpa secara serta merta menaikkan harga BBM. Walaupun hal
tersebut hanya sekedar wacana masyarakat bila mengetahui hal tersebut bisa
secara sigap untuk langsung menaikkan harga BBM. Pertama,
perlunya kebijakan yang mendukung pengembangan pemanfaatan energi di Indonesia.
Kebijakan ini utamanya berkaitan dengan pemanfaatan energi for what and how
dan aksi implementasi konkrit yang sistematis.
Selain itu dalam pengembangan energi
juga dibutuhkan fasilitas pendukung. Karena keterbatasan APBN dapat dilakukan
peniadaan subsidi bagi masyarakat kelas menengah keatas. Public Private Pernertship
(PPP) bisa dijadikan pertimbangan. Peran pemerintah dibutuhkan dalam hal
perijinan dan kepastian investasi, pembebasan lahan, serta penyiapan dokumen
proyek dan penjaminan. Diperlukan
insentif fiskal berorientasi perspektif jangka menengah dan panjang. Insentif
fiskal diperlukan untuk pengembangan energi sesuai dengan keperluannya.
Disamping itu diperlukan insentif untuk pembangunan industri energi dan
pengembangan sumber-sumber baru, terutama di daerah remote dan
terbatas infrastruktur.
Sebagai
mahasiswa FTI seharusnya kita juga dapat melakukan beberapa riset untuk mengembangkan kendaraan yang
dapat memanfaatkan sumber energi terbarukan tersebut. seperti halnya mobil
listrik yang baru-baru ini diluncurkan oleh ITS, EC-ITS 1.0. Pengembangan
teknologi seperti itulah yang harus kita lakukan dalam mendukung penggunaan
sumber energi terbarukan. Tak hanya kendaraan, mungin beberapa alat elektronik
lain bisa juga kita modifikasi untuk meminimalisir penggunaan energi listrik.
Karya-karya tersebutlah yang seharusnya terus kita kembangkan secara
berkelanjutan bukan hanya sekedar prototype.
Tentunya butuh usaha, kreativitas dan kekonsisitenan mahasiswa sendiri dalam
mengembangkan alat yang telah ditemukannya.
No comments:
Post a Comment