Friday, December 26, 2014


“Sudah tutup saja matamu. Kerjakan apa yang bisa kamu kerjakan!” teriaknya. Sontak aku pun terdiam. Mana mungkin aku bisa mengerjakan sesuatu tanpa melihat. Jelas-jelas mereka terlihat didepan mataku.

Sekali lagi dia berbisik dengan suara yang tegas, “lantas, mau apa kau kalau memang begitu adanya?” Aku kembali terhenyak berusaha memalingkan mukaku dan mencoba menenangkan diri. Sekali lagi aku memaki dalam hati akan perjumpaanku dengannya kembali. Aku pun melangkah perlahan mencoba menjauh darinya. Namun, semakin aku jauh melangkah bayangan-bayangan itu seakan sering terlihat didepan mata. Melihat itu membuatku semakin sakit dan ingin menjerit.

“Sudah ku bilang, tutup saja matamu! Atau kau akan sakit dan bertambah sakit saat kau sekin sering melihat itu semua,” kali ini ia berujar dengan nada rendah. Raut wajahnya kali ini berganti menjadi lesu dan prihatin akan kondisiku saat ini. Seraya menghela napas aku pun kembali memalingkan wajahku kearah lain.

Jujur, aku sudah terlalu bosan mendapat nasehat darinya. Memang bukan bermaksud jahat, namun tetap saja aku jenuh akan kata-katanya yang seolah memaksaku untuk terus memejamkan mata. Lalu untuk apa kedua mataku ini bila aku harus terpejam terus menerus. Ya, memang sering kali aku merasa tersakiti dengan pandanganku yang terus tertuju kea rah mereka. Namun tetap saja banyak hal indah sebenarnya yang dapat aku ambil dan menjadi pelajaran bagi diri sendiri.

Sedikit oleng, aku pun memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan panjang ku ini. Tanpa disuruh, ia duduk disebelahku sambil bersenandung tentang lampau. Tanpa disangka, mereka kembali menari di depan mataku. Tarian mereka indah, namun menyakitkan karena aku masih sulit untuk mengikutinya. Dan ia kembali berbisaik, “masihkan kau mau menyakiti kedua matamu dengan terus memandangi mereka?”

“Ya, mataku memang terasa sakit saat melihat mereka. Karena mereka terlampau jauh dan tinggi. Tarian mereka pun terlampau indah hingga aku sedikit kesulitan untuk megikutinya. Namun, aku masih terus berharap dan optimis dapat beranjak dari tempat ini untuk meninggalkan mu. Karena kamu yang menyebabkan cahaya ini redup dan padam!” teriakku.

Sontak aku pun berlari menjauh darinya. Menelusuri hutan dan meninggalkan bayang-bayang semu itu. Aku terus berlari agar aku kembali mendapatkan cahaya, agar mataku  tetap terbuka dan dapat menelusuri bagian lain dari dunia.

No comments:

Post a Comment