Saturday, March 3, 2012
Pesan Bijak Seorang Tukang Becak
Tertidur pulas selama beberapa menit didalam angkutan umum (di Surabaya lebih dikenal dengan sebutan len) karena kantuk yang luar biasa hebatnya. Setelah sejenak aku membuka mata, kurasakan kembali panasnya Surabaya. Aku terdiam menatap hiruk pikuk jalan raya mencoba menjernihkan pikiran kembali setelah terlena dari alam mimpi. kemudian aku bercakap-cakap dengan abang angkot disebelahku tentang perbandingan kondisi jalanan di Surabaya dan Jakarta.
Lalu sampailah aku pada tempat pemberhentian terkhir di Jembatan Merah Plaza. Setelah turun dari len aku melihat jejeran tukang becak menanti penumpang dibawah teriknya matahari. Aku berjalan ke arah mereka hendak menaiki salah satu becak menuju rumah nenek di kawasan Ampel. Bapak tukang becak itupun tersenyum kepadaku seraya menawarkan becaknya.
"Mbak becak? Mau kemana?" sapanya ramah.
"Botoputih Ampel pak," jawabku sambil naik becak tersebut.
Sepanjang jalan aku melihat bangunan tua yang masih tetap tegak berdiri walau terlihat tidak pernah terurus lagi. Saat itu bapak tukang becak tersebut memulai pembicaraan dengan menanyakan asal daerahku.
"Asal mana mbak?"
"Depok pak"
"Lho kok di Surabaya mbak?"
"Kuliah pak"
"Alhamdulillah. Kuliah di mana mbak?"
"ITS pak di Sukolilio"
"Alhamdulillah mbak. Sekolah yang bener ya mbak. Hidup itu susah mbak kalau saat muda cuma dipakai untuk senang-senang. kesempatan untuk sekolah tinggi harus dimanfaatkan mbak," paparnya sambil terus mengayuh becak dengan peluh yang terus menetes.
Aku terus mendengarkan apa yang dikatakannya yang juga bercerita tentang anaknya yang sudah terjerumus pergaulan saat ini.
"Orang tua itu selalu mendoakan anaknya mbak. Jadi kalau nasihat orang tua tidak didengar rasanya seperti hidup saya sebagai orang tua sudah tidak berguna lagi. Setiap malam orang tua selalu berdoa sambil meneteskan air mata untuk anaknya. Sedih rasanya bila anak bilang kalau orang tua selalu cerewet," dalam nadanya terselip kesedihan dan kegelisahan yang mendalam.
"Iya pak," hanya itu jawabku sambil merekam seluruh ucapannya dalam pikiran.
"Harus bisa jaga diri mbak di Surabaya, jangan mudah percaya dengan orang. Belajar saja mbak raih prestasi yang terbaik agar orang tua juga bisa bangga. Hidup itu harus dijalani bagaimanapun kondisi kesulitan yang dihadapi," ucapnya.
Diam aku mendengar semua nasihat itu. Ya, kesempatan untuk hidup itu adalah sesuatu yang sangat berarti. Apalagi sebagai seorang mahasiswa yang memiliki kesempatan mengenyam pendidikan tingkat atas. Sesuatu yang sangat berarti bagi orang yang tidak dapat merasakan bangku sekolah apalagi kuliah. Harapan-harapan tinggi yang digantungkan orang tua pada anaknya. tetapi terkadang anak tersebut hanya mengganggap kuliah sekedar ajang main-main, mencari teman padahal banyak harapan yang seharusnya direalisasikan dengan susah payah.
Aku berusaha mengoreksi diri terhadap apa yang telah aku lakuakan demi orang tua yang susah payah bekerja demi anaknya. Karena memang saat ini aku belum bisa memberikan sesuatu yang berarti. Tapi usaha itu ada dan akan tetap aku tingkatkan. Semoga nantinya aku akan memberikan sesuatu yang berarti bagi mereka serta senyum merekah mereka bisa terpancar tanpa pernah lepas dari wajah indah mereka.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment