Sunday, May 4, 2014

Kaderisasi Gagal?

Berbicara tentang manusia, banyak hal yang dapat didiskusikan. Karena pikiran manusia itu dinamis, walaupun permasalahannya terkadang statis. Terlebih lagi membahas terkait aktivitas manusia yang berada di kampus, khususnya manusia muda yakni mahasiswa. Kaderisasi dalam kampus kerap kali digembar-gemborkan dilakukan untuk mencapai peran dan fungsi mahasiswa. Banyak tools sebenarnya yang bisa digunakan dalam mencapai tingkat kaderisasi kampus yang tinggi. Berbagai pelatihan untuk dapat mengukuhkan diri sebagai sosok yang terlihat aktivis dengan strata kaderisasi yang tinggi pun bertebaran. Mulai dari Latihan Keterampilan Managerial Mahasiswa (LKMM) yang dibuat dengan berbagai tingkatan, hingga diklat khusus di organisasi pun dilaksanakan. Mahasiswa yang telah berhasil mengikutinya pun ada yang memang benar-benar bisa menerapkan, namun mungkin ada yang hanya sekedar menaikkan branding diri di kampus. Tidak hanya dalam lingkup kampus, tak sedikit pula pelatihan dan seminar dalam skala nasional dan internasional yang dapat dijadikan tools untuk menyakinkan banyak orang bahwa 'saya termasuk orang yang kaderisasinya berhasil'. Sedangkan sebagian lain ada yang telah berusaha untuk mencoba mengikuti proses namun ternyata gagal dan tersingkir. Apa orang-orang tersebut dapat dibilang sebagai mahasiswa yang gagal dalam kaderisasi kampus?

Terdapat beberapa parameter sebenarnya seseorang dapat dikatakan berhasil dalam proses pelatihan tersebut. Bukan hanya sekedar lewat pretest dan postest materi. Karena sejatinya materi diberikan untuk digunakan, bukan untuk hapalan.
1. Siap menjadi teladan
Harusnya terdapat perubahan perilaku usai melaksanakan pelatihan. Dan perubahan menjadi pribadi yang lebih bijak bukan angkuh karena telah merasa memiliki ilmu yang lebih dari pada yang lain. Seperti ibaratnya padi semakin merunduk semakin berisi. Bukan hanya omongan yang dapat diberikan, melainkan teladan bagi orang disekitarnya.
2. Penggerak di tempatnya berada
Menjadi penggerak memang sulit, terlebih lagi ditempat tenang dengan kapasitas yang terlampau banyak. Namun hal tersebut bukan tidak mungkin untuk dilakukan. Bukan malah mengikuti arus dan berbalik menyalahkan keadaan. Karena tidak ada kondisi ideal, yang ada berusaha mendekati ideal. Jelas pengorbanan pun harus banyak dilakukan. Bukan hanya ongkang-ongakang kaki dan diskusi sana sini namun hanya mengeluh dan tidak bisa melakukan apa-apa.
3. Siap mengabdi
Sulit memang saat kepentingan pribadi harus dikalahkan demi kepentingan orang lain. Namun hal tersebut lah yang harus dilakukan, menempatkan kepentingan orang lain diatas kepentingan pribadi.

Namun, bukan berarti yang tidak mengikuti berbagai macam pelatihan karena tertolak itu berarti gagal. Bahkan tidak sedikit mahasiswa yang bekerja dalam diam tanpa ada embel-embel banyak riwayat pelatihan yang bisa bekerja lebih baik dan berkomitmen tinggi. Memang tidak setenar orang-orang yang telah lulus pelatihan, bahkan mungkin dipandang sebelah mata. Hal tersebutlah yang menguji keikhlasan kita dalam bekerja. Keikhlasan menjadi poin sangat penting karena niat kita dapat terjaga saat kita dapat bekerja dalam diam. Tanpa adanya berpasang-pasang mata yang melihat kehebatan kita, tanpa adanya elu-eluan dari orang lain, tanpa adanya penghargaan dari orang lain. Sulit memang, tapi inilah kerja yang sesungguhnya. Toh nantinya dapat dilihat bukan dari berbagai jenis pelatihan yang diikuti tapi karena karya yang dapat dihasilkan.

Mari berusaha meluruskan niat. Tidak mengikuti berbagai jenis pelatihan bukan berarti gagal, namun Allah menguji niat dan keikhlasan kita.

No comments:

Post a Comment